Tentara Nasional Indonesia, kata Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Laksamana Muda Iskandar Sitompul, banyak berutang budi pada Sudomo. "Banyak masukan dan dan bimbingan yang diberikan beliau kepada TNI. Sehingga kita menjadi seperti saat ini," ujar Iskandar.
Hampir separuh usinya, memang dihabiskan di dunia militer. Pernah menjadi Kepala Staf Angkatan Laut, menjadi Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Keterlibatan (Pangkopkamtib)--yang dengan sangat keras menertibkan para pengemis, gembel dan pengamen di Jakarta. Sudomo baru menepi dari pusar kekuasaan di masa-masa akhir kekuasaan Soeharto.
Lahir di Malang, Jawa Timur, 20 September 1926, separuh usia Sudomo memang habis di Tentara Nasional Indonesia. Dan ketertarikan kepada dunia militer itu sudah tumbuh semenjak belia. Begitu tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dia langsung masuk Sekolah Pelayaran. Dari sana dia masuk Angakatan Laut tahun 1945.
Karir milternya terus melesat. Dalam usia 35 tahun, dia sudah menjadi perwira tinggi. Tahun 1962, dia ditunjuk menjadi Panglima Angkatan Laut Mandala dengan pangkat komodor. Sudomo ikut bergabung dengan sejumlah perwira ketika tiga kapal Angkatan Laut Indonesia merangsek ke Irian Barat tanggal 15 Januari 1962.
Tiga kapal itu melaju petang hari. Sekitar pukul lima sore. Dan Sudomo yang ketika itu pangkatnya kolonel bergabung dengan pasukan di KRI Harimau yang melaju paling depan, bersama Kolonel Mursyid dan Kapten Tondomulyo. Di belakang mereka melaju KRI Macan Tutul yang ditumpangi Komodor Yos Sudarso, yang kemudian tewas dalam pertempuran melawan Belanda.
Karir cemerlang masih terus mengiringi Sudomo sampai di pemerintahan Soeharto. Dia tercatat pernah menjabat Kepala Staf TNI AL (1969-1973) dan Panglima Komando Pengendalian Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) sejak 17 April 1978 hingga 29 Maret 1983. Barangkali semasa menjadi Pangkopkamtib inilah peran Sudomo sangat menonjol sekaligus penuh kontroversi.
Sekitar 1984-1986, misalnya, Pangkopkamtib itu menggelar operasi penertiban terhadap pengemis dan gembel di Jakarta. Alasannya malu terhadap tamu negara. Konon dari situlah sejarahnya mengapa para penjual koran dan majalah di pinggir jalan itu memakai baju atau rompi media massa. Agar mereka sedikit terlihat rapi.
Pada tahun 1984,Sudomo pernah membentuk Operasi Sapujagat yang melancarkan operasi khusus untuk kejahatan bersenjata dan subversi di DKI Jakarta, Jawa Barat, Lampung dan Sumatera Selatan. Sudomo menunjuk dua jenderal berbintang tiga untuk menjalankan Sapujagad, yakni Letjen Widjojo Soejono dan Letjen Wiyogo. Operasi inilah yang dituduh banyak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) di sejumlah tempat.
Setelah di dunia militer, Sudomo masuk dunia politik dengan menjadi anggota MPR RI, menjabat Menteri Tenaga Kerja (1983-1988), Menko Polkam (1988-1993), dan puncaknya sebagai ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA) periode 1993 hingga 1998.
Tangan dingin Sudomo menyeret namanya dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia di Talangsari, Lampung (1989).
Tak hanya dunia karirnya yang menarik perhatian publik, tapi juga dunia pribadinya. Sudomo diketahui pernah menikah dengan tiga perempuan. Dari istri pertama, Fransisca Play, Sudomo dikaruniai empat orang anak, yakni Biakto Trikora Putra, Prihatina Dwikora Putri, Martini Yuanita Ampera Putri, dan Meidyawati Banjarina Pelita Putri.
Sudomo kemudian menikahi Fransiska Diah Widhowaty. Namun pernikahan ini hanya berlangsung empat tahun. Setelah itu, Sudomo menikah dengan Aty Kesumawati. Namun pernikahan ini kembali tak sukses.
SUDOMO MENINGGAL DUNIA 2012, Penyebab Sudomo Meninggal, Profile Biodata Sudomo, Sang Jendral Sapu Jagat
Info dan Berita Terbaik
0 comments:
Post a Comment